TUGAS II BAHASA INDONESIA
Penggunaan Bahasa Indonesia dan Fungsi bahasa sebagai
alat komunikasi
1. Jelaskan
dengan contoh “Penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar !”
Bahasa
Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai
dengan situasi/sasaran pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat
pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam
Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, tanda baca, pemilihan
kata, istilah, dan tata bahasa).
Ada lima
laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato,
rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat
pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah
dan di pasar.
4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat
digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan
yang sangat akrab dan intim.
contoh
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar:
Misalkan dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku
Contoh :
* Ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang murid
Pak guru : Hari, apakah kamu sudah mengerjakan PR?
Hari : sudah saya kerjakan pak.
Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.
Rino : Terima kasih Pak , akan segera saya kumpulkan.
2.
Berikanlah contoh fungsi bahasa sebagai alat komunikasi !
Menurut
Gorys Keraf, Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan
dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi.
Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan
mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.
Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi
mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua
alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa
memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat
diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu
sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Menurut
Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang
paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak
dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih
jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil
menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi
lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti
berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan
bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut
untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu,
kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan
bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau
istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes,
sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan
tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui
bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan
tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi
bahasa.
Pada
dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai
alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan
beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat
untuk melakukan kontrol sosial.
Pada
awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau
perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya,
seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan
kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di
sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk
mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis
mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun
adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya
dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk
mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai
contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri
kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita
hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu
dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat
kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan
ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita
hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat
menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa
tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi
pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya
untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni
bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat
untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu
yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan
keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar
menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan
untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf
permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk
menyatakan dirinya sendiri.
Komunikasi
merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan
sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai
oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman
dengan kita.
Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan
kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia
mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan
masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat
kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan
tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan
yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin
terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi,
kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca
atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita
menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak
sasaran kita.
Pada saat
kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan
apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali
kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya
dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar
atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya,
lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata
besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih
umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada
bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa
tradisional.
Bahasa
sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan
alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan
sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara
kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik
sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
Bahasa
disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian
dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang
lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien
melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap
orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,
serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh
mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya.
Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan
masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara
berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula
sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada
lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan
bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan
bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang
nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang
tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat
kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara
menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan
menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah
kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara
atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia
diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia
menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita
mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara
berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa,
kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
Sebagai alat
kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada
diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi,
maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku
instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol
sosial.
Ceramah
agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol
sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol
sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk
show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial
merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua
itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk
memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di
samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain
mengenai suatu hal.
Contoh
fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan
adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang
sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan
marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita
berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih
jelas dan tenang.